“Bulannnya terlalu terang malam ini, bisa tolong kurangi sedikit intensitas cahanya?” Pintaku kepada operator planetarium. “Juga bintangnya. Bintangnya terlalu banyak.” Tambahku. Operator itu tidak mengindahkan perkataanku, ia tetap menyetel nyala bulan seterik setengah kali matahari dan jumlah bintang sebanyak saat bumi berjuta abad silam, “Sudahlah, malam ini harus berbeda dari malam-malam biasanya, besok hari ...
“Jas hujannya, Pak! Sepuluh ribu aja. Yang langsung, setelan, sepuluh ribu aja!” “Ini udah deket, sayang. Udah di deket mesjid, Cuma ujannya gede banget. Iya. Ini lagi berteduh dulu. Sebentar ya…Pak! Sebatang dong! Iya sayang, ujan gini sebentar juga reda.” “Bro, ga usah masuk kampus ajalah ya? Ujan gini. Udah telat juga. Mending cabut, nge-DOTA di kontrakan gue.” “Jas hujannya, Bang? Sepuluh ribu aja.” “Enggak, ...
Mobil ke-1.962 baru saja melewatti pekarangan rumah Dina. Pekarangan rumahnya memang biasa dilalui kendaraan sebagai jalur alternatif. Walau sebenarnya, untuk dikatakan pekarangan juga tidak terlalu tepat. Pekarangan itu hanya berupa jalan sempit dimana orangtua Dina menjemur pakaian. Selama Aku bercerita, ada tiga mobil lagi lewat, artinya sudah 1.965 mobil. Sayup-sayup, aku bisa mendengar suara orang minta tolong, ...
Terlalu banyak sampah yang dibuang oleh kakek dari kakek kakekku hingga rumahku sekarang menjadi tempat penampungan sampah. Sampah berupa nenek dari nenek nenekku juga keturunan perempuannya. Aku sedikit kesulitan memilah para nenek itu. Peraturan pemerintah sialan! Aku jadi harus memisahkan mana nenek organik, nenek anorganik, juga nenek dari bahan berbahaya. Tapi sebenarnya pemerintah ada benarnya juga. Toh, nenekku ...
Aku sedang berbaring di dekat perapian ketika Beno pulang dari kantornya. Lantas Ia menyalakan televisi tanpa menontonnya. Memang, semenjak istrinya meninggal dunia, keadaan rumah begitu sepi. Hanya Aku dan Beno yang tinggal di sini (Ya, mungkin ada makhluk-makhluk lain yang tidak masuk ke dalam hitunganku) sehingga Beno selalu menyalakan televisi untuk membuat ramai suasana, yang menurutku malah memmbuat keadaan rumah ...
Unta-unta untagonis dari padang pasir pesisir Datang saat sore-sore sorealis mengintai pantai Menuju puri-puri purikromatik sepi bermim ...
“Paduka tidak pernah salah!” Segera sang Ajudan bergegas meninggalkan meja perjudian menuju lantai dansa. Sang Ajudan mematikan irama. Semua pedansa berhenti, memperhatikan Ajudan membacakan berita. “Paduka baru saja berkata bahwa tidak ada satu baitpun irama terdengar, namun kalian tetap berdansa.” Seru sang Ajudan membahana. “Paduka tidak pernah salah!” Para pedansa berseru bersama seraya sang Ajudan kembali ...
Bukan detik yang memarahi Menit agar terus melaju Jangan pula salahkan Hari, ia tidak berniat mendesak Minggu dan Bulan Keadaan aman! Tuan! Kemarin masih mendekap dalam penjara Besok tak kunjung kembali dari pelancong ...
Besok tanggal merah. Ada perayaan apa? Ibu mati,dibunuh saya. Sekarang tubuhnya ada di dalam tanah ini. Iya, tanah yang itu,. Tanah yang kemarin aku beli dari pedagang asongan di sudut jalan. Kata Ayah, Ibu belum mati. Aku jadi bingung. Jadi, yang kubunuh itu siapa? Besok tanggal merah. Tapi aku tetap pergi ke sekolah. Sekolah yang ada di seberang jalan. Kata Ibu guru, kalau menyebrang harus lihat kanan-kiri. Tapi ...
Ini bukan cerita tentang aku, ini cerita tentang mata yang mencari (atau lebih tepatnya mata-mata, karena jumlahnya banyak, namun aku tidak menulisnya demikian karena takut kalian salah memahaminya menjadi “agen rahasia”) dari orang-orang disekelilingku. Entah ada berapa pasang mata yang tengah mencari, (kau tahu? Bahkan beberapa mata kaki pun ikut bergerak kesana-kemari, ya…mungkin mata kaki dapat melihat dengan hatinya) ...
Ini pertama kalinya Putra pergi ke tempat yang akan kuceritakan. Sebuah rumah makan cepat saji, tempat dimana pria-pria sibuk sepertinya dapat melepaskan rasa lapar dan menghilangkan dahaga mereka. Kerlap-kerlip lampu warna-warni dalam remang malam, ditambah alunan musik bernuansa magis juga misterius, awalnya membuat Putra enggan melangkah lebih jauh. Tapi ia selalu mempercayai perkataanku, tak ada satupun nasihat ...
Titik hujan tidak menitikkan Aku meski ia harus jatuh. Sejatuh-jatuhnya Tapi Aku menunggu titik hujan untuk bisa jatuh. Sejatuh-jatuhnya Manusia menitikkan Aku untuk menjadi tenang. Setenang-tenangnya Tapi Aku tidak akan tenang bila menjadi manusia. Semanusia-manusian ...
Di antara dua kisah cinta bertepuk sebelah tangan ini, mana yang kau pilih ? Mencintai seseorang yang sudah meninggal atau mencintai seseorang yang masih hidup sementara kau sendiri yang sudah meninggal ? Tenang saja, tidak perlu terburu-buru menjawabnya. Kau masih punya pilihan lain, pilihan untuk menemukan pasangan yang bisa kau ajak bergenggaman. Tidak seperti aku…keadaan memaksaku untuk memilih pilihan kedua. ***** Oke, ...