Dua Pilihan

Di antara dua kisah cinta bertepuk sebelah tangan ini, mana yang kau pilih ? Mencintai seseorang yang sudah meninggal atau mencintai seseorang yang masih hidup sementara kau sendiri yang sudah meninggal ?
Tenang saja, tidak perlu terburu-buru menjawabnya. Kau masih punya pilihan lain, pilihan untuk menemukan pasangan yang bisa kau ajak bergenggaman.
Tidak seperti aku…keadaan memaksaku untuk memilih pilihan kedua.

*****

Oke, aku bukan seorang yang percaya akan hal mistis, gaib, atau apapun yang berbau mirip dengan itu. Tapi menemukan sepucuk surat tak bertuan terselip di buku Matematika IPA untuk kelas 2 SMA1 yang akan aku loakkan hari ini bersama buku-buku pelajaran lainnya adalah suatu hal yang berbeda. Hanya ada dua kemungkinan bagaimana surat itu bisa sampai ada disini. Pertama, ia sudah ada disana semenjak di toko buku, dealer, percetakan, atau apapun sebelum buku yang sial tersebut dikotori oleh tanganku ini dan tersimpan tanpa tersentuh lagi di rak buku kamarku2. Kedua, kakakku yang memang penggemar berat hal-hal berbau mistis dan selalu berusaha menakutiku, dan selalu gagal, berniat untuk melakukan lagi tabiat buruknya namun sayangnya malah menyelipkan surat tersebut di buku yang sama sekali tak pernah kubuka. Sehingga surat yang beruntung, karena akhirnya kubaca juga, ini tak sampai tepat pada waktunya.

Dan aku bertaruh pada tebakanku yang kedua. Di antara buku-buku pelajaran yang terkapar mengenaskan di sekitarku, aku memilih buku Biologi, yang paling tebal, untuk kujadikan alas menulis surat balasan dihalaman sebaliknya3.
1Untuk buku yang satu ini, menurutku isinya lebih menyeramkan daripada buku cerita seram manapun
2Aku jadi ingat buku biografi “Muhammad SAW” pemberian nenekku. Maafkan cucumu ini nek. Aku janji akan membacanya suatu hari nanti. “suatu hari” nanti. Tapi omong-omong, kusimpan dimana ya buku itu ?
3Barangkali kakakku lupa, jadi ia bisa melihat aku membalas surat yang mana.







Kau memilih pilihan kedua ? Kalau begitu aku akan memilih pilihan pertama. Bukankah dengan begitu kita akan saling mencintai ? Dan tidak ada diantara kita yang akan bertepuk sebelah tangan ?4

“RA !, ngapain aja sih daritadi ? ini tukang loaknya udah nungguin nih !” Ah aku lupa satu hal menakutkan lagi yang ada di rumah ini. Aku segera menaruh surat tersebut di atas meja kakakku, berlari menuju kamarku dan melanjutkan mengemasi buku- buku pelajaran ini.
“Iya Ma ! buku Raksa banyak banget nih, sebentaaar !”

*****

Waktu istirahat makan siang. Waktu yang paling aku tunggu-tunggu saat berada di sekolah. Seperti biasa aku duduk di bangku kesayanganku, kolom kedua baris ketiga, menatap ke bangku di kolom ketiga baris pertama dimana Haura duduk manis bersiap menyantap kotak bekalnya.

Dari posisiku ini aku memang tidak bisa melihat wajahnya. Tapi tak mengapa, melihat gerakan tangannya yang perlahan mengambil kotak bekal hijau stabilo bertutup putih dari laci mejanya sudah cukup membuat jantungku berdebar-debar. Oh…Fettuccine AlfredoLasagna Al FornoRisotto alla Primavera.5 Tiap detik menebak apa isi kotak tersebut membuat suara ricuh berganti sautan komentator sepak bola.

Yaa…Kotak bekal sudah diatas meja…Haura mengambil sendok dari tasnya..Oh..kali ini garpunya…Tangannya menggapai kedepan saudara-saudara…Jemarinya sudah berada di depan tutup kotak Buuung…dan ooh…OoH…OOH..

“Raksaaa!” Telingaku sangat peka pada suara melengking yang satu ini. Membuatku kehilangan momen-momen penting, mungkin mengenaskan, saat komentator akhirnya berkata, “Sayang sekali hanya gorengan Bung.6
4Cukup romantis. Tapi juga cukup membuatku mual karena membayangkan kakakku sendiri yang akan membacanya.
5Jangan tanya aku bagaimana bentuknya, aku hanya mengucap ulang apa yang dikatakan Haura
6Tunggu…jangan mengecapku melebih-lebihkan. Ibu dari Haura memang memiliki kedai masakan Itali.




Naon ai mane ?7” kataku pada gadis kelas sebelah, yang seenaknya masuk kekelasku, yang saat kelas 1 dulu sekelas denganku.

“Eh ada Amel. Mau gorengan ?” Sial. Tawaran dari Haura ini membuat jatah gorenganku sudah pasti berkurang.

Sisain cirengnya satu Hau !” gadis itu melirik pada Haura, “Ra ! Ada gosip hantu terbaru nih, mau denger ga ?” Sekilas aku melihat kobaran api di bola matanya. Hobi manusia yang satu ini memang tidak berbeda jauh dari kakakku.

“Engga,”  jawabku singkat, lalu segera berpindah lawan bicara “Eh aku sisaingehu, pisang, sama cirengnya juga satu Hau.”

“Eh. Tapi Ra, mamah aku udah nyiapin Arancini. Aku lagi bosen makan makanan itali. Tapi si mamah tau kamu suka masakan dia.8”  Berbeda dengan lengkingan manusia di depanku. Kata-kata halus ini mampu membuat seluruh tubuhku meleleh.

“Ih ih.. denger dulu…jadi gini ceritanya…” Dan manusia yang satu ini sepertinya tidak tau arti kata “Engga” yang kusebutkan tadi. Tapi ya sudahlah…aku terpaksa mendengarnya.

*****
“Kemarin  aku dapat broadcast BBM9….“ Sekarang lagi beredar surat cinta Rak..’surat cinta’…Katanya surat ini akan memperlakukan sama apa yang dilakukan penerima surat kepadanya. Kalau dia membuangnya, maka saat bangun tidur dia akan menemukan dirinya di tempat pembuangan sampah bersama surat itu. Kalau dia melenyapkannya, maka dia akan merasakan sakit yang dirasakan surat itu, dan surat tersebut akan tetap kembali ketangannya.  Disini dituliskan sebaiknya kau menaruhnya di tempat yang aman.”
7 Sebuah kata dari Bahasa Sunda yang kurang lebih berarti “Apa sih kamu ?”. Kata Mane seharusnya ditulis Maneh namun beberapa orang, termasuk aku, lebih senang menghilangkan huruf “H” di belakangnya, jangan ditiru ya.
8 Tuhkan, aku tidak bohong…walaupun aku tidak tahu itu makanan jenis apa…tapi dari namanya yang sulit aku tau itu makanan Itali.
9Sebuah sumber yang sebenarnya sama sekali tidak bisa dipercaya.


“emm. Kalau..suratnya kita balas ?” spontan aku langsung menjawabnya.

“Eh, gatau ya…di BBM ga diceritain. Tapi tumben kamu nanggepin cerita aku. Kaya kamu dapet surat itu aja.” Ingin rasanya aku memuntahkan kalimat, “Iya Amel cantik.., aku dapet surat hantu itu terus udah aku balas suratnya..” di depan mukanya tetapi aku mencoba menahan diriku.

“Ah, engga ko.. selamat makaaaaaan”

*****

Kau tahu ? Cerita dari Amel mampu membuat perjalanan pulangku ke rumah seperti seorang pria yang berjalan mengunjungi rumah kekasihnya untuk melakukan lamaran atau seperti anak yang kembali ke rumah setelah lama diusir oleh keluarganya. Aku terpaku di depan pintu depan rumahku. Mengingat tak ada orang dirumah untuk hari ini hingga lusa. Ayahku memang hanya ada di rumah saat akhir minggu, Kakakku ada acara dengan tour&travel-nya sejak acara loakan buku kemarin, dan ibuku menginap di rumah nenekku karena ART nenekku sedang pulang kampung karena ibunya sakit. Ada dua kemungkinan tentang surat itu yang kupaksa otakku untuk mempercayai kemungkinan yang kedua.

Pertama, broadcast BBM yang 99% bohong itu kali ini benar. Kedua, kakakku juga mendapat broadcast tersebut.

Saat aku membuka pintu, aku merasa diriku lebih sensitif dari biasanya. Baru kali ini aku sadari bahwa rumahku seseram ini. Walau memiliki banyak jendela, namun gorden-gorden berenda yang tak pernah dibuka membuat pencahayaan menjadi remang-remang, foto-foto tua keluarga kakek buyutku yang konon tak seorangpun boleh merubah posisinya, mebel-mebel berukuran besar dengan cermin-cermin dan pahatan kuno sebagai hiasannya, artefak-artefak tua seperti keris yang dipajang di atas televisi itu. Baru kali ini aku rasanya ingin protes kepada ayahku kenapa kita tidak mendirikan rumah baru saja.

Tapi sepertinya memang ada yang berbeda dari biasanya, apa ya ? Bau-bauan aneh…hawa dingin….

“Brugh !”

*****

“Ugh…bau” , tadi anak ini bercerita kepadamu ia mencium bau-bauan aneh ya ? Jangan dipercaya, ia bohong ! Aku sama sekali tidak bisa mencium bau apapun selain bau badannya. Kalau saja di kehidupanku sebelumnya aku bukan wanita tentu aku sudah melepas semua pakaiannya ini dan memanjakan diri di bathtube. Ih, membayangkannya saja aku sudah jijik, melihat badan anak lelaki kurus kering, dekil, bau, telanjang bulat ? Ah sudahlah…lebih baik aku bertahan sejenak dengan bau ini.

Eh ? Kau bingung apa yang  sedang terjadi ? Ayolaah, aku hanya meminjam tubuhnya sebentar. Aku tak suka narasinya yang meremehkan keberadaanku. Dia kira aku hanya keisengan kakaknya ? Huh, dia tidak tahu berapa lama waktu yang kuperlukan sampai aku bisa menulis surat.

Ditambah surat balasannya itu loh. Apa dia bilang ? aku dan dia bisa saling mencintai ? enak saja, mau dia bunuh diri terus jadi hantu gentayangan pun aku tidak sudi ia berada dalam radius 3 meterku.

Asal kau tahu saja. Surat itu sama sekali bukan untuk dia. Surat itu belum selesai ku tulis, butuh energi cukup banyak untuk menulisnya. Oleh karena itu aku menyimpannya dulu di buku yang tak pernah ia sentuh sebelumnya, namun sepertinya dosaku terlalu banyak, anak ini malah menemukannya. Dan ia menuliskan surat balasan di kertas yang sama ! Bagaimana bisa aku memberikan surat itu pada orang yang kutuju.

Jadi tolong beritahu orang yang membuatku harus menulis DARI AWAL lagi ini untuk memhayar perbuatannya. Mudah saja…ia hanya perlu mengetikkan surat yang aku tulis di komputer, nanti biar aku yang melanjutkan. Aku punya kenalan hantu yang sudah berhasil menguasai dunia maya.

Jadi tolong ya, saat anak ini sadar nanti…beritahu ia untuk segera mandi, aku tak mau baunya menempel di tulisanku, dan segera mengetik ulang suratku.

Terima kasih…

*****

Selama mengetikkan ulang ‘surat cinta’ ini di dalam laptopku, pikiranku hanya memikirkan satu hal. Jangan sampai kakakku atau Amel tahu apa yang terjadi padaku hari ini. Aku tak kuat membayangkan hal-hal buruk apa yang akan mereka lakukan kepadaku. Mereka lebih menakutkan di banding Hantu yang merasukiku siang tadi10.

Selesai. Karena Hantu itu tak memberiku perintah selanjutnya maka kusimpan saja file-nya di desktop laptopku.
Aku merebahkan badanku di tempat tidur. Entah kenapa langit-langit kamar seakan menertawakanku. Gemerisik dedaunan terdengar mempergunjingkanku dari balik jendela. ‘surat cinta’. Entah kenapa kata tersebut terasa menggelitikku. Semenjak aku menutup pintu hati ini, aku tidak pernah lagi menulis surat semacam itu.

Kini laptop dan sebuah halaman putih terhampar di hadapanku.

Kau masih disini ? Aku ingin meminta maaf. Maaf aku telah menganggap surat yang kau tulis dengan sepenuh hati hanyalah sebuah kejahilan kakakku. Dan kubalas dengan asal tanpa mencoba benar-benar merasakan apa yang kau rasa. Aku tak mampu membayangkan kesedihan apa yang akan kurasa bila aku menjadi kamu.
Sulit untuk menulis ‘surat cinta’ bila tidak ada yang sedang disukai. Alhasil aku malah menulis surat permintaan maaf ini.

Saat aku melihat ke luar ternyata malam sudah semakin larut. Aku mau tidur saja. Tetapi sebagai anak yang baik aku tidak pernah lupa pesan ibuku untuk menggosok gigiku sebelum tidur11.

Melihat kaca saat menggosok gigi, pikiranku di penuhi adegan-adegan seram yang biasa di tayangkan di film-film. Keran mengucurkan darah, lampu tiba-tiba mati, bayanganku di cermin berubah menjadi hantu, namun tak ada satu adeganpun yang menjadi nyata, yang mampu membuatku bergidik saat itu hanya melihat kecoak mati yang terlihat di balik pintu shower.

10Asal kau tahu, kakakku pernah menelanjangiku dan menempelkan  jimat-jimat antah berantah di badanku di tengah malam. Katanya ia mencoba metode pemanggilan hantu yang baru.
11Ibuku tegas untuk hal yang satu ini. Saat kecil dulu, Ibu bahkan menggosok gigiku jika aku tertidur.





Aku sudah mengantuk. Serius. Aku sudah hampir memejamkan mataku dan berenang di alam mimpi. Namun samar mesin laptop yang belum kumatikan sedikit mengusikku. Kalau saja aku tahu apa yang akan kutemukan saat layar kembali hidup dari keadaan standby, Aku pasti tidak akan memperdulikan bunyi tersebut dan sekarang sudah berenang dengan tenangnya di alam mimpi.

Kuterima permintaan maafmu. Sampai ketemu di mimpimu malam ini.

Singkat saja. Tapi kalimat tersebut mampu membuat malamku laksana pepatah  ‘bangun enggan tidur tak mau’.  Aku bersumpah tidak akan tidur malam ini. Aku bersumpah.
*****

Manis. Kukira ia akan muncul dalam bentuk yang mengenaskan. Syukurlah, dengan begini mimpiku akan benar-benar menjadi ‘kembang tidur’.

Rambutnya hitam pendek. Mukanya kecil, bersih. Ternyata ia masih mengenakan baju putih biru, kukira dia jauh lebih tua dariku. Eh, tunggu, ko wajahnya terasa familiar ? Ah itu bukan si Hantu, sial aku tertipu, itu Haura saat SMP dulu. Saat ia belum mengenakan kerudung. Jadi, mana si Hantu ?

Em, oke, rasanya aku ingin menarik pertanyaan terakhirku tadi saat aku merasa ada sesuatu yang mengetuk-mengetuk lengan kananku. Sebenarnya tidak begitu jelek, bahkan kurasa ia lebih manis dari Haura bila saja matanya tidak keluar dan mulutnya tidak robek.

“Bercanda kok.” Aku menghela napas lega saat mendengar kata-kata ini keluar dari mulutnya yang kini sudah normal, matanya juga sudah normal. Bahkan kalau aku tidak tahu bahwa ia adalah hantu aku bisa saja jatuh cinta saat ia menjulurkan lidahnya lalu segera berlari ke arah Haura. Sangat manis.

Eh aku tak bisa melangkah. Aku melihat ke arah Hantu, ia memberi isyarat padaku untuk diam saja menonton disini. Tapi kupikir tidak sopan bila aku terus memanggilnya si Hantu. Sepertinya aku punya bakat meramal, aku bisa tahu siapa namanya. Ailya Camelia12.

*****
12Iya iya aku mengaku…Aku membaca namanya di badge nama seragamnya. Dasar kau tak punya selera humor.



“Haura, kau punya teman yang namanya Ailya ?” Seruku saat setengah badan Haura terlihat memasuki pintu kelas. Entah kenapa mimpiku semalam berhenti hanya sampai aku mengetahui namanya. Hanya ada dua pilihan jawaban. Pertama, energinya habis. Kedua, Ia sendiri lupa ia ingin bercerita apa dalam mimpiku.
“Ailya ? Kau kenal Ailya ?!…..” Haura nampaknya tersedak sejenak.

“i…i..engga sih, Cuma kemaren ada yang cerita soal dia aja..” Aduuuh, masa aku harus bilang ke Haura aku ketemu hantunya Ailya ?

“Siapa ? cerita apa ? “ Sekarang malah Haura yang balik terus menerus melontarkan pertanyaan.

“emm…emm…Eh, udah masuk tuh, nanti aja kita omongin lagi pas istirahat.” Aku bingung harus menjawab apa, tapi untunglah bunyi bel tanda masuk kelas segera berbunyi. Kini aku merasakan rasanya jadi petinju yang diselamatkan oleh bel tanda ronde berakhir.

******

“ Hai…” Entah kenapa kini Ailya tampak lebih manis dari mimpiku kemarin. Baru saja aku akan menjawab “Hai juga” dengan tampang di buat sedikit lebih tampan. Namun aku sadar ia bukan mengatakan “Hai” itu untukku. Matanya menatap pada sesosok lelaki di kejauhan.

“Jadi itu lelaki yang kau tuju dalam suratmu ?” Aku mencoba mengenali siapa sosok itu, tapi terlalu jauh. Aku hanya bisa tahu bahwa ia adalah murid SMP sebayanya. Dan…Apa aku juga harus menjelaskan bagaimana wajah Ailya yang kini menunduk bersemu merah ? Tak perlukan ? Mungkin dengan menyatakan bahwa saat melihatnya seperti itu pikiranku terus berharap bahwa ia bukanlah hantu sudah cukup menjelaskan bagaimana manisnya ia.

Tapi Ailya tidak menjawab. Bahkan sepertinya ia tidak menyadari aku duduk di sebelahnya. Aku sempat bingung siapa sebenarnya yang hantu karena saat aku mencoba menyentuh bahu Ailya tanganku malah menembusnya.

Tapi sepertinya aku sepertinya kenal tempat ini. Lapangan tengah yang menghadap ke perpustakaan. Ruang guru di pojok L. Ah ! ini kan SMP ku dulu.

Kalau Ailya teman sebaya Haura. Artinya ia juga sebaya denganku kan ? Ah…kenapa aku tidak mengetahuinya dari dulu. Bukan…bukan tidak mengetahui Ailya, tapi Haura…Kalau aku kenal dia sejak SMP kan artinya makan siangku dari SMP hingga SMA kini sudah terjamin kualitasnya.

Lelaki itu. Mungkin aku kenal siapa lelaki itu. Saat SMP dulu rasanya aku kenal semua lelaki di angkatanku.
*****

Bau ini. Aku terbangun di ruang kesehatan.

“Tadi aku pingsan ?” Haura yang duduk di kursi di sebelahku akhirnya menyadari aku sudah sadar.

“Iya Rak…Tadi Bu Ani sempat mengira kau tertidur loh…tapi di bangunkan kau tidak bangun-bangun. Akhirnya Panji dan Hadi menggotongmu ke ruang kesehatan. Masih pusing ?” Pertanyaan Haura terakhir sepertinya karena ia melihat raut wajahku yang masih mengerenyit.

“Udah ga apa-apa ko, makasih. Oh ya Hau, kamu tau dimana makam Ailya ?” Entah mengapa aku merasa harus pergi kesana. Mungkin aku akan menemukan sedikit jawaban. Kurasa ia hantu dengan level rendah. Buktinya informasi yang ia berikan padaku selalu setengah-setengah.

“Makam Ailya ?”  Muka Haura tampak heran.

“Iya..Jauh ya ? “

“Bukan jauh Rak…Ailya belum mati ! orang yang cerita ke kamu bilang dia udah mati ?” Sekarang aku baru mulai benar-benar pusing. Kalau Ailya belum mati, lantas hantu siapa yang merasukiku kemarin ? Tapi kalau Ailya belum mati…Ah bodoh, kenapa juga aku jadi berpikir aku punya kesempatan mendekatinya.

“Tapi dia koma Rak…sudah hampir setahun…Dokter juga bingung…sebulan lalu semua alat bantunya dicabut dan dia pulang kerumah…Tapi walau sudah dicabut jantungnya masih berdegup….”

*****

Aku, Haura dan Amel segera pergi ke rumah Ailya seusai sekolah. Ibu Ailya menyambut ramah saat kami mengetuk pintu depan. Wajahnya kurus, pucat, matanya mengantung, air mata masih membekas di pori-pori wajahnya. Ia sepertinya sangat mengenali Haura, tapi entah mengapa aku merasa matanya bertanya-tanya seakan mengintimidasi saat melihatku.

Kami masuk ke kamar Ailya. Manis…ah kenapa juga malah itu pikiran pertamaku saat melihat tubuh Ailya yang sudah sangat pucat dengan mata yang menghitam.

Saat aku mencoba memegang dahinya, dingin. Orang yang melihatnya pasti mengira Ailya sudah mati bila orang itu tidak teliti memeriksa denyut jantung dan napasnya.  Di perjalananpun Haura cerita ibunya yang tidak tega melihat keadaan Ailya seperti itu sempat berencana menyuntik mati saja Ailya. Karena kata dokter ia sudah tidak memiliki kemungkinan untuk sembuh. Hampir seluruh organ dalamnya sudah rusak.

Hening…tak ada satupun dari Aku, Haura dan Amel yang mampu berkata-kata setelah melihat keadaan Ailya. Sampai akhirnya kami mendengar langkah terburu-buru dari arah luar. Ibu Ailya. Ia membawa sebuah foto. Fotoku !

Dari cerita Ibu Ailya dan Haura akhirnya aku mengetahui bahwa lelaki yang kulihat dalam mimpiku adalah Aku. Dan entah mengapa aku ingat potongan kalimat dari surat Ailya.

“…pilihan untuk menemukan pasangan yang bisa kau ajak bertepuk tangan.”

Aku menceritakan semua kejadian kemarin. Mereka semua setuju agar aku mencoba menggenggam tangan Ailya.

Perlahan aku menyingkap selimut yang menutupi tangannya. Ku genggam tangan kurus nan pucat itu.
Seketika wajah Ailya tersenyum. Namun selain Ailya, semua yang berada dalam ruangan ini menitikan air matanya.

Degup jantung dan napas Ailya terhenti. Ailya kini sudah resmi meninggalkan dunia fana ini.
Dan Aku secara resmi telah memilih pilihan pertama sesuai dengan surat balasanku

*****




2013

0 comments:

Post a Comment