“Bulannnya terlalu terang malam ini, bisa tolong kurangi sedikit intensitas cahanya?” Pintaku kepada operator planetarium. “Juga bintangnya. Bintangnya terlalu banyak.” Tambahku.
Operator itu tidak mengindahkan perkataanku, ia tetap menyetel nyala bulan seterik setengah kali matahari dan jumlah bintang sebanyak saat bumi berjuta abad silam, “Sudahlah, malam ini harus berbeda dari malam-malam biasanya, besok hari pernikahanku bukan?”
Wanita itu duduk di sebelahku. Tadinya aku tidak ingin melihat wajahnya mala mini. Tapi sial, ternyata ia lebih pintar. Ia sengaja menyalakan bulan seterik ini agar aku tidak bisa terus-terusan memandang langit sepanjang malam.
“Persiapan untuk besok sudah selesai?” Wanita itu menggenggam tanganku.
“Bukankah harusnya aku yang bertanya begitu, Mar?” Aku mengalihkan pandang pada sudut langit yang tidak berbulan. Sayangnya, planetarium ini tidak mempunyai fitur pembuat awan. Kalau punya, aku pasti sudah…
“Aku hanya tidak ingin besok turun hujan deras, Wo.” Wanita itu berkata mendahului otakku menyelesaikan kalimat, “aku pasti sudah menurunkan hujan deras sekarang.”
Aku pawang hujan kelas satu. Bahkan klienku dulu ada yang memintaku untuk menurunkan salju, dan aku berhasil!
“Besok tidak akan hujankan? Aku khawatir, semua ramalan cuaca mengatakan besok akan hujan deras.”
“Tenang saja.” Jawabku singkat. Aku heran, sejak kapan ia memperhatikan ramalan cuaca? Ia biasanya menanyakan kepadaku setiap paginya, apakah ia harus membawa paying atau tidak.
“Kamu cemburu?”
“Tidak, Untuk apa?”
“Aku akan menjadi milik laki-laki lain.”
“Kemarin aku baca di surat kabar, ada fitur baru di planetarium ini. Hmm..apa ya? Oh iya! Komet! Aku bisa lihat?” Aku malas membicarakan tentang hari esok, kucoba untuk mengubah topik pembicaraan.
“Boleh, mau komet apa?” Ia berdiri dan melangkah menuju meja operator.
“Memangnya ada banyak ya? Aku hanya tahu komet Halley.”
Tidak lama, cahaya baru melintas-lintas di atas kepalaku. Oh, itu rupanya yang dinamakan komet Halley. Rupanyaaku tidak harus menunggu berpuluh-puluh tahun untuk melihatnya.
“Sudah.” Wanita itu kembali duduk di sampingku.
“Sepertinya di luar hujan, kamu yakin besok tidak akan hujan?” Wanita itu bertanya sekali lagi, memang sepertinya di luat hujan. Tapi planetarium ini masih saja terlalu terik.
“Kamu ingat ulang tahunku yang ke-17? Malam itu hujan lebat, pesta ulang tahunku gagal.” Wanita itu menatap sudut langit yang sama denganku. “Saat itu, kamu masih seorang pebisnis proper. Lantas kamu tidak tega melihatku menangis, hingga akhirnya memutuskan meninggalkan pekerjaanmu, dan belajar menjadi pawang hujan.”
Ya, Aku ingat cerita itu. Dulu, saat Ibu dari wanita ini masih merupakan Istriku. Aku tidak pernah tega melihatnya menangis.
Malam ini begitu terik, walau di luar hujan. Semoga besok di luar sana terik, walau di dalam “sini” sepertinya akan turun hujan deras.
“Aku pergi dulu ya, Wo!”
“Iya tenang saja, Besok akan lebih terik daripada malam ini.”
0 comments:
Post a Comment